Kamis, 25 Juni 2015

Tugas Tulisan Teori Organisasi Umum

Tugas Rangkuman Mata Kuliah Softskill
Teori Organisasi Umum
Dosen : Elvia Fardiana
Nama : Claudy Nindy Zulkifli

Kelas/NPM : 2KA09/11113957



Lulus S-1 Tanpa Skripsi, Solusi atau Awal Kehancuran Perguruan Tinggi?




Sedari dulu, semua lulusan S-1 diwajibkan untuk membuat sebuah karya tulis yang bernama skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Tidak sedikit rupiah yang dikeluarkan untuk menggarap susunan lembar demi lembar skripsi, beban yang dipikul seorang mahasiswa dengan uang jajan yang tidak seberapa akan lebih terasa apabila si mahasiswa mencari atau menyisihkannya untuk membiayai kuliah sendiri. Saya punya sedikit cerita dari orang tua saya yang dimana beliau adalah sarjana Ekonomi di salah satu perguruan tinggi swasta. Ibu saya sewaktu itu mahasiswi yang sudah berkeluarga bahkan saat beliau menggarap skripsinya dengan keadaan mengandung saya di dalam perutnya. Beliau berkata "Jangan sepelehkan skripsi karena itulah yang mengantarkanmu paham akan ilmu yang sudah kamu kejar selama di perguruan tinggi dan menjadi tolak ukur kemampuanmu." Ibu saya juga bercerita tidak mudahnya mendapatkan persetujuan dari dosen yang membimbingnya kala itu. Saya yang kini sebagai mahasiswi semester 4 sontak membayangkan betapa sulitnya menggarap skripsi, ditambah lagi cerita senior tingkat akhir yang terkena revisi selama penggarapan skripsi. Namun saya membaca berita melalui web yang di jarkom melalui grub chat media dari teman saya bahwa "Skripsi akan dihapuskan dalam program S1" membuat saya bertanya apakah saya harus senang atau sebaliknya?



Menristek dan Dikti, RI, Muhammad Nasir merancang penghapusan skripsi di perguruan tinggi! Alasannya; jual beli ijasah dan jiplak-menjiplak skripsi masih marak, semua disebabkan atas nama kelulusan, cara-cara devian serupa ini memanglah menjadi momok di perguruan tinggi.

 Kisah Penghapusan Skripsi di Perguruan Tinggi (Muhammad Armand, Kompasianer) Penyusunan skripsi hanya akan dijadikan sebagai opsi untuk syarat kelulusan program sarjana, sebagai gantinya selain penyusunan skripsi terdapat opsi lain sebagai syarat kelulusan yaitu mengerjakan pengabdian di masyarakat atau laporan penelitian di laboratorium. Hal ini juga menyangkut dengan tridhrama perguruan tinggi, yaitu pembelajaran, penelitian dan juga pengabdian masyarakat. Alasan dari dikeluarkannya wacana tersebut yaitu untuk meminimalisir kecurangan-kecurangan dalam penyusunan skripsi tersebut, khususnya menyangkut jasa penyusunan skripsi atau membeli skripsi yang di lakukan mahasiswa.


Seperti yang saya tulis pada kolom judul, wacana ini bisa jadi baik atau buruk, ada baiknya bila wacana ini kita lihat dari dua sisi. Namanya juga kebijakan yang dibuat manusia, pasti akan ada dampak positif dan negatifnya. Lain halnya dengan kebijakan Tuhan yang pasti baik untuk manusia.



Perlunya evaluasi kembali




Skripsi memang perbuatan merepotkan mahasiswa dan dosen pembimbing/penguji. Tegur atau bahkan berhentikan dosen tertentu yang memang tidak memberikan bimbingan skripsi yang ideal, bekukan SK-nya sebagai pembimbing dan ganti dengan pembimbing lain yang lebih peduli. Ini yang pak mendikti wajib regulasi dengan baik, dosen-dosen culas (mungkin juga penulis) segera cambuk dengan sanksi akademis, karena lalai dari tugas dan kewajibannya.
Selanjutnya, berikan tugas kepada setiap kampus untuk mengevaluasi sejauh apa interaksi mahasiswa-dosen dalam proses pembuatan skripsi, penelitian dan kerjasama sebab skripsi memang perbuatan kerjasama antara dosen dan mahasiswa. Tidakkah lebih bijaksana bila setiap pembimbing 'menemani' anak bimbingannya di lapangan? Bukankah penelitian ilmiah di lapangan adalah sebuah praktik? Apakah bedanya dengan PKL yang mutlak menghadirkan dosen pembimbing?
Lalu, frekuensi sidang juga wajib ditinjau ulang, tiada perlu 3 tahapan (Sidang proposal, sidang hasil penelitian dan sidang tutup). Sidang proposal wajib ditiadakan, sidang hasil penelitian opsional dan sidang tutup wajib karena sidang tutup adalah ujian komprehensif dan kompetensi. Dasar pemikiran mengapa sidang proposal wajib dihilangkan sebab penentuan judul mutlak ditentukan oleh mahasiswa dan dosen pembimbing, tiada perlu kehadiran dosen penguji di sini! Apa yang mau diuji? Lah, mahasiswa baru berencana penelitian. Malahpun, saran-saran dari penguji yang penulis saksikan selama puluhan tahun lamanya, telah dapat diwakilkan secara utuh oleh dua orang pembimbing. Menghapus skripsi adalah kekeliruan, namun tak mengikuti kaidah-kaidah ilmiah dalam pembuatan skripsi, jauh lebih keliru.


Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar